Membuat Film Pendek
Diki Umbara
Diki Umbara
Membuat film, terutama film pendek, saat ini
sangat mudah tepatnya dimudahkan. Salah satunya adalah karena kecanggihan
teknologi yang sudah mendukung para pembuat film, baik untuk profesional maupun
para pehobi. Beragam kamera video digital memudahkan para pengguna. Ini bukan
perihal teknologi saja, tapi ada tahapan membuat film yang dipangkas oleh si
filmmaker. Selain mudah, membuat film pendek menjadi murah. Namun sesimpel
apapun film yang akan kita buat, ia mesti melewati rangkaian proses yang secara
sederhana terdiri atas: Ide, Desain Produksi, Pra Produksi, Produksi, Paska
Produksi, dan Publikasi.
Ide atau gagasan bukanlah segalanya. Sebagian
orang bahkan tak percaya pada orisinalitas ide. Yang paling penting bagaimana
ide itu bisa diterjemahkan ke dalam film nantinya. Ide bisa darimana saja,
pengalaman pribadi, teman, atau siapa saja. Tuangkan ide cerita ke dalam bentuk
tulisan. Tak mesti panjang, yang paling penting bisa dipahami misalnya teman
kita yang akan diajak bergabung dalam pembuatan film pendek itu nantinya. Agar
ide tidak mentah, selanjutnya lakukan riset. Riset diperlukan walaupun kita
akan membuat film fiksi, bukan dokumenter. Riset dilakukan dengan mencari
data-data yang diperlukan sebaai penunjang informasi berkaitan dengan ide dari
film yang akan kita buat. Data-data bisa didapat melalui internet atau dengan
obeservasi langsung di lapangan.
Ketika ide sudah ada dan riset sudah dialakukan,
langkah selanjutnya adalah membuat sinopsis atau ringkasan pendek cerita.
Dengan sinopsis, anda sudah bisa mencari kawan untuk mewujudkan pembuatan film.
Jadi, selanjutnya sudah bisa menentukan kru! Kru film pendek tak sebanyak kru
film panjang. Jika di film panjang, paling tidak akan melibatkan paling tidak
40 orang maka di film pendek bahkan cukup dengan 7 orang saja. Pada film
pendek, beberapa pekerjaan bisa dilakukan oleh satu orang. Penulis naskah
misalnya bisa merangkap menjadi sutradara, yang paling penting masing-masing
personal memahami dan mau melakukan apa yang mesti dikerjakan sesuai job desc
tersebut. Kru film pendek bisa ditentukan atau dibuat. Ditentukan, maksudnya
anda memilih orang-orang yang memiliki kapasitas untuk membantu mewujudkan
proyek film pendek itu. Sedangkan membentuk, berarti benar-benar membuat kru
dari awal.
Pra Produksi
Ini merupakan tahapan paling esensial dalam
pembuatan film. Pada tahap ini blue print film dibuat. Naskah ditulis dengan
telebih dahulu membuat treatment. Dalam treatment, penulis naskah sudah
menjelaskan alur cerita dari scene satu sampai scene akhir. Scene merupakan
gabungan shot di waktu dan tempat yang sama. Jika treatment sudah selesai,
berikutnya penulis akan menuliskan naskah lengkap. Naskah lengkap inilah yang
didiskusikan antara penulis naskah, sutradara dan produser. Seringkali,
sutarada dan produser memberikan masukan pada penulis naskah agar naskah bisa
dieksekusi dengan baik. Diskusi ini penting, oleh karenanya mungkin aka nada
naskah draft satu, draft dua, draft tiga, hingga naskah benar-benar disepakati.
Naskah telah dikunci atau script lock, demikian tugas penulis naskah selesai
dan selanjutnya naskah menjadi “hak” sutradara untuk menjabarkan ke dalam
bentuk audio visual yang dituangkan menjadi director’s treatment. Sederhanaya,
director’s treatment itu perlakuan kreatif sutradara atas skenario. Dalam hal
ini, sutradara akan berdiskusi dengan cameraman untuk membuat shot list, hal
ini untuk memudahkan sutradara dan cameraman nantinya saat shooting.
Produser sudah bisa membuat time schedule, kapan casting mesti dilakukan hingga kapan editing mesti selesai dikerjakan. Shooting schedule atau jadwal shooting dibuat setelah sebelumnya dibuat breakdown script didiskusikan degan sutradara. Dalam breakdown script, produser membuat secara rinci kebutuhan shooting nantinya. Sejaklan dengan itu, budgeting atau pendanaan film pendek juga sudah disusun.
Artistik
Elemen film yang anntinya akan berkaitan dengan
aspek yang terlihat di film itu sendiri, diskusikan ini dengan piñata artistic
dan sutradara. Lokasi seperti apa yang diinginkan, property serta wardrobe apa
yang dibutuhkan. Dengan demikian bagian artistic juga mesti membuat breakdown
untuk kepentingan artistic film pendek tersebut. Bagian artistik mesti
melakukan survey lokasi, ia bisa saja menggunakan property yang sudah ada di
misalnya lokasi shooting rumah. Namun jika tidak ada, bagian artistik wajib
untuk menagadakan property yang dibutuhkan. Properti tidak mesti beli, ada
beberapa yang bisa kita sewa juga. Dengan demikian, budget produksi bisa
diminimalisir.
Equipment
Perlatan shooting saat ini sudah canggih.
Beraneka ragam alat perekam digital sudah banyak. Jadi, banyak pilihan untuk
para filmmaker pendek untuk menentukan peralatan apa yang diperlukan. Tak hanya
video camera bahkan saat ini akmera DSLR yang sebetulnya diperuntukan sebagai
alat meotret gambar still bisa digunakan untuk pengambilan gambar bergerak atau
shooting. Beberapa DSLR bahkan bisa menghasilkan gambar video yang jauh lebih
bagus daripada kamera video. Kelebihan lain dari DSLR yakni bisa gonta-ganti
lensa sesuai kebutuhan. Jadi, cameraman juga bisa mengajukan lensa apa saja
yang diperlukan kepada produser. Namun demikian, jika ternyata kita “hanya”
memiliki handycam atau kamera compact lainnya, itupun sebetulnya sudah bisa
digunakan.
Shooting itu melukis dengan cahaya. Tanpa cahaya tidak bisa melakukan pengambilan gambar. Untuk shooting di luar atau outdoor masih bisa menggunakan cahaya matahari, namun untuk shooting indoor memerlukan pencahyaan yang sengaja dibuat. Banyak jenis lighting, yang terpenting bagaimana konsep pencahayaan film tersebutn lantas piñata cahaya membuat list lighting apa yang diperlukan. Beberapa fil pendek bahkan tak menggunakan cahaya tambahan, mereka mengandalkan cahaya matahari untuk oudoor dan pencahyaan lampu rumah untuk shooting di dalam ruangan.
Selain pencahayaan, aspek yang mesti diperhatikan adalah audio. Gambar yang baik tapi audionya buruk maka film menjadi tak sempurna atau bahkan akan menjadi jelek. Audio harus bagus, ini tugasnya soundman atau penata suara. Boom mic biasanya merupakan mikropon yang “wajib” digunakan ketika membuat film. Jika itu tak ada, maka mesti nyari jalan lain misalnya mengunakan mic di yang sudah ada di kamera lalu disambung dengan kabel ektensi. Jika shooting film pendek menggunakan DSR, maka mau tak mau mesti menggunakan microphone tambahan karena mic yang ada di kamera DSLR tidak cukup baik untuk kepentingan perekaman suara.
Casting Pemain
Ketika naskah selesai proses pemilihan pemain
atau casting sudah bisa dilakukan, bahkan ketika naskah masih erupa draft
sebetulnya proses ini bisa dkerjakan pararel dengan tahan pra produksi lainnya.
Ada banyak cara casting, yang paling umum carilah pemain film berdasarkan
kemampuan aktingnya. Misalnya, calon pemain film pendek diberi naskah lalu dimintain
untuk acting sesuai naskah tersebut. Casting juga bisa dengan menunjuk langsung
calon pemain ketika kita yakin atas kemampuan acting dari pemain tersebut. Yang
paling penting tentu saja dapatkan pemain sesuai karakter tokoh yang diinginkan
seperti di dalam naskah.
Reading
Setelah pemain kita dapatkan sesuai dengan yang
kita inginkan, buatlah kesepakan dengan pemain tentang jadwal reading hingga
shooting. Pemain yang terpilih kita berikan naskah, biarkan mereka membaca
naskah tersebut untuk mendalami peran yang akan dia mainkan nantinya.
Selanjutnya proses reading dilakukan bersama sutradara atau asisten. Reading
bisa dilakukan dengan intens, agar pemain betul-betul dapat “feel” dari naskah
tersebut.
Rehearsal
Rehearsal atau latihan bisa dilakukan jauh
sebelum shooting, namun metode ini tidak disukai oleh sutradara. Intinya, dalam
rehearsal ini pemain sudah memahami blocking dan pengadegan di semua scene yan
akan dia mainkan. Beberapa sutradara tidak melakukan rehearsal, dia “cukup”
memberikan briefing di lokasi shooting. Sara penulis, sebagi filmmaker awal
baiknya rehearsal dilakukan karena ini akan sangat membantu ketika shooting
nantinya sesuai yang sudah dikonsepkan sutradara. Tak ada aturan berapa lama
melakukan latihan atau rehearsal.
Shooting
Di lokasi shooting sutradara adalah komandan di
lapangan perang. Ia bertanggung jawab penuh terhadap apa yang akan dilakukan di
lokasi shooting. Naskah dan diretor’s treatment sebagai panduan untuk melakukan
pengambilan gambar. Shooting dilakukan berdasar breakdown yang sudah dibuat
sebelumnya. Misalnya, jika ada beberapa scene di lokasi sama maka sutradara
akan melakukan shooting di tempat tersebut, hal ini dilakukan untuk efetivitas
waktu karena akan menyangkut beberapa hal seperti set properti, tata cahaya, serta
talen yang akan main di film tersebut. Sutaradara boleh saja melakukan
pengambilan gambar latihan sebelum pengambilan gambar sebetulnya dilakukan.
Blocking pemain diatur sedemkian rupa, juga dengan arahan acting pada pemain.
Namun, boleh juga sutradara langsung melakukan pengambilan gambar tanpa latihan
terlebih dahulu, utamanya jika latihan atau rehearsal sudah dilakukan jasuh
sebelum shooting dilakukan. Sutradara bisa melakukan pengammbilan berulang kali
sampai dia benar-benar puas dengan shot yang sudah didapat. Membangun mood
pemain juga penting, oleh karenanya sutarada mesti memiliki komunikasi yang
baik. Ada dua komunikasi sutradara, yakni dengan kru yang dia pimpin dan dengan
pemain atau talen yang akan dia atur.
Di lapangan, sutarada juga bekomunikasi dengan
cameraman. Dia bisa meminta cameraman untuk membuat shot dengan komposisi serta
angle tertentu. Kadang, sutradara bisa mengembangkan director’s treatment yang
sudah dia buat sebelumnya. Namun, perubahan itu seharusnya dikomunikasikan dengan
kru yang berkaitan dengan perubahan treatment tersebut utamanya penata kamera.
Tak ada aturan berapa banyak shot dalam satu scene, bahkan bisa saja sutradara
membuat hanya satu shot dalam satu scene. Beberapa sutradara, dia akan membuat
dekupase atau pemecahan shot yang dia tuangkan ke dalam diretor’s treatment,
sebagia lainnya ia tak melakukan itu. Sutradara melakukan pemecahan shot di
lapangan. Mana yang lebih baik? Sama saja, itu bisa jadi meruapakan salah satu
gaya penyutradaraan juga. Namun, jika membuat film pendek awal mula, baiknya
dekupase dilakukan sebelum shooting dilakukan, bukan di lokasi shooting.
Kontinyuiti meruapakan hal penting yang mesti
dilakukan oleh sutradara. Ketika selesai membuat shot satu, sutradara harus
memperhatikan aspek kesinambungan dengan shot yang akan dibuat berikutnya dan
seterusnya. Kesinambungan itu berupa kesinambungan emosi, suara, gerak, dan
posisi. Jika tak memperhatikan aspek kesinambungan gambar, nantinya akan sangat
merepotkan editor bahkan bisa jadi editor tak bisa berbuat banyak jika
sutradara melakukan banyak ketidaksenambungan shot yang dibuat.
Di lapangan apa saja bisa terjadi, untuk
meminimalisir kesalahan sebaiknya memang dilakukan persiapan yang matang jauh
sebelum shooting dilakukan yakni pada proses pra produksi. Akan tetapi jika
memang di lokasi shooting hal itu tak bisa dielakkan atau tak terduga
sebelumnya, sutradara mesti mengambil keputusan secara cepat. Misalnya, ketika
shooting di lokasi outdoor dan teradi hujan maka sutradara bersama produser harus
memutuskan untuk mengubah breakdown, menukar waktu shooting outdoor dan
mendahulukan shooting di lokasi indoor. Setiap mau pergantian scene, baiknya
sutradara yang biasanya dibantu oleh asisten, ia mesti memastikan tidak ada
shot yang kurang di dalam scene tersebut. Setelah yakin bahwa scene tersebut
telah dibuat dengan sempurna, barulah shooting untuk scene selanjutnya bisa
dilakukan.
Yang paling menyenangkan dalam proses shooting
film pendek, ketika sutradara bilang “It’s a wraaap…” atau “Bungkussss….”
Artinya keseluruhan shooting di hari itu seudah selesai. Shooting akan
dilanjutkan di day shot berikutnya, atau memang shooting benar-benar sudah
selesai. Dan tentu saja proses pembuatan film tahap berikutnya bisa dilakukan.
Yakni, materi hasil shooting sudah bisa diserahkan kepada editor.
Editing
Hasil shooting bisa jadi merupakan ratusan atau
ribuan shot. Shot-shot yang “berserakan” disusun oleh editor, dipilih,
dipotong, disambung, dan digabungkan menjadi satu kesatuan cerita utuh. Yang pertama
kali dilakukan editor setelah menerima material shot, ia mesti melakukan
preview. Editor melihat keseluruha hasil shooting. Dengan demikian, editor
sudah memiliki bayangan bagaimana shot-shot itu nantinya akan dirangkai. Banyak
sekali software editing yang bisa digunakan, seperti: Avid Composer, Final Cut
Pro, Ulead Video, dan Adobe Premiere. Untuk editing film pendek kedua software
editing terakhir sudah cukup bagus. Editor tinggal memilih software yang mana
yang tentunya mudah dikuasai. Software editing bisanya memiliki standar minimum
spesifikasi hardware yang diperlukan. Yang paling umum untuk komputer editing
biasanya adalah processor, memory, VGA, serta hardsik yang cukup. Spesifikasi
ini akan mempengaruhi kinerja komputer editing, terlebih akan terlihat ketika
editor menggunakan special efek di dalamnya.
Jika kamera yang digunakan saat shoting memakai
memory sebagai media penyimpanan gambar maka editor tinggal mengcopy isi memory
tersebut ke dalam hardisk komputer editing, namun jika medianya berupa tape ia
mesti melalui proses capturing yakni pemindahan materi shot dari kaset ke dalam
software editing. Untuk capturing mesti ada VTR/Video Tape Recorder atau Player
sebagai media playback tape tadi yang disambungkan ke komputer editing. Maka di
komputer editing yang menggunakan kaset/tape sebagai media rekam, ia mesti
memiliki capture card yang disambungkan melalui kabel firewire.
Seperti dijelaskan di atas, sebaiknya editor
terlebih dahulu membaca skenario serta berdiskusi dengan sutradara, dengan
demikian ia sudah paham cerita film pendek tersebut sebelum ia melakukan
penyuntingan gambar. Setelah gambar ada di dalam komputer, selanjutnya editor
sudah bisa melakukan pemilihan gambar, lalu menyusun shot menjadi scene atau
serangkaian adegan. Seperti halnya sutradara, editor semestinya memposisikan
sebagai story teller, ia harus bisa bertutur dengan pemotongan serta
penyambungan gambar tadi. Jadi, editor tidak asal motong serta menyambung saja.
Setiap sambungan serta pemotongan harus memiliki makna. Sebagus apapun hasil
shooting dari tim di lapangan, ia akan menjadi film pendek yang buruk jika
diedit dengan serampangan oleh editor. Misalnya, editor mesti tahu tentang
kontinyuitas gambar. Dia juga harus tahu ritme, seperti halnya music sususnan
gambar juga ada iramanya ada ketukannya. Susunlah gambar tersebut menjadi
rangkaian cerita, lalu preview dari awal hingga akhir. Penyuntingan gambar awal
ini dinamakan roughcut editing. Setelah selesai roughcut, editor bisa
mempresentasikan hasil penyuntingan gambar tersebut kepada sutradara dan
produser. Bisa jadi, sutradara mempunyai masukan atas hasil editing awal tadi.
Maka, misalnya ada hal yang mesti diubah editor
segera melakukan revisi penyambungan gambar. Jika roughcut ini selesai maka
selanjutnya editor melakukan finecut atau penyuntingan akhir. Di dalam fine cut
editor sudah bisa memasukan ilustrasi serta color grading, yakni menyamaratakan
warna shot masing-masing scene. Konsep warna juga semestinya sudah dibicarakan
sebelum editor melakukan penyuntingan gambar di tahap finecut ini. Demikian
pula dengan mixing suara, editor harus tahu mana yang baik menggunakan suara
music mana yang tidak. Sebaiknya, musik ilustrasi dibuat menyesuaikan
masing-masing adegan di dalam film pendek tersebut, bukan sebaliknya. Pembuat
music, bisa melihat roughcut sebagai panduan ketika dia akan membuat music
ilustrasi, dia bisa berdiskusi dengan editor dan atau sutradara. Poinya
pentingnya, musik ilustrasi itu untuk mengilustrasikan adegan misalnya agar
adegan atau scene menjadi dramatis.
Unsur grafis bisa jadi merupakan hal penting di
dalam penyuntngan gambar film pendek, seperti halnya unsure lain dalam film
semestinya ini juga dikonsepkan. Jadi, grafis tidak sekadara tempelan yang
justru akan mengganggu pada film secara keseluruhan. Judul film misalnya,
apakah perlu dibuat motion khusus atau cukup dengan tampilan grafis still saja.
Pemilihan jenis font serta warna apa yang digunakan juga mesti dipikirkan oleh
editor. Demikian pula dengan credit title atau susunan kru di ujung film apakah
akan dibuat bergerak dari bawah ke atas atau grafis tak bergerak tapi dengan
efek fade in-fade out/hilang-muncul. Jika film selesai diedit, coba
pertontonkan pada pihak lain atau pada orang-orang yang tak terlibat dengan
pembuat atau kru film pendek. Bagaimana reaksi penonton, apakah sesuai dengan
ekpektasi yang diharapkan atau belum? Selama film belum dipublikasikan, tentu
saja film masih bisa direvisi sampai akhirnya editor dan sutradara merasa puas.
Publikasi
Film pendek yang sudah dibuat, tentu saja tidak
hanya dipertontonkan untuk kalangan sebatas kawan-kawan saja. Agar bisa
diapresiasi kalangan luas maka film tersebut bisa dipublikasikan. Ada beberapa
bioskop yang bisa menayangkan film pendek, biasanya akan dikompilasi dengan
film pendek karya film maker pendek lainnya. Film puga bisa diikutsertakan ke
dalam beragam film festival, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ajang
festival biasanya dipublish di internet, jadi carilah informasi tentang
penyelenggaraan beragam ajang festival tersebut. Mereka biasanya memiliki
persyaratan-persyaratan baik tentang konten atau tema maupun teknis. Perhatikan
pesryaratan tersebut, lalu ikuti agar film yang dibuat bisa diikutsertakan.
Promosikan film pendek yang sudah dibuat di
beragam media. Yang paling efektif dan murah, promosikan melalui internet. Film
pendek, bisa diunggah ke YouTube lalu linknya bisa disebarluaskan sehingga
siapa saja bisa dinikmati penonton yang memiliki akses internet dimana saja.
Jadi, bukan hal mustahil film pendek yang anda buat akan mendunia!
selamat mencoba :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
cie, yang mau ngomentarin , silahkan ^_^